Saturday, May 18, 2024
More

    Latest Posts

    Ahli Hukum Pajak Richard Burton: Pungutan Pajak tidak Dimaksudkan untuk Memidana Wajib Pajak

    Indonesiakusatu.com – Sidang kasus pidana pajak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 27 April 2023 terhadap terdakwa bernama Guntur S., berjalan lancar dengan menghadirkan ahli hukum pajak Dr. Richard Burton.

    Dalam persidangan tersebut, terdapat tiga persoalan hukum yang menjadi perdebatan. Pertama, soal ultimum remedium. Kedua, keberlakuan Pasal 44 B UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang diubah terakhir dengan UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ketiga, soal pembayaran PPN.

    Ketika Hakim ketua mempertanyakan perihal ultimum remedium. Richard menjelaskan, esensinya pungutan pajak tidak dimaksudkan untuk memidana Wajib Pajak (WP) melainkan mengambil pajak untuk kepentingan negara.

    Richard menambahkan, pungutan pajak sebagai ranah hukum administrasi mestinya dilakukan melalui langkah hukum administrasi seperti diingatkan dengan surat himbauan, diperiksa dan diterbitkan ketetapan pajak.
    “WP tidak setuju bisa keberatan, banding dan PK ke Mahkamah Agung. Namun, ketika WP tidak kooperatif,  langkah pidana bisa dilakukan. Itulah yang disebut ultimum remedium,” tegas Richard kepada RINCIH.COM, Kamis (27/4/2023).

    Dr. Richard juga mengutip pendapat Ahli Pidana, Andi Hamzah yang mengatakan bahwa pidana pajak untuk menakut-nakuti supaya WP patuh.

    Pada kesempatan yang sama, Jaksa Penuntut Umum menanyakan Pasal 44 B, terkait dengan penghentian penyidikan, bagaimana jika terdakwa hanya membayar sebagian. Richard menjelaskan, penghentian penyidikan tidak bisa dilakukan karena telah jelas normanya (aturannya), yakni  harus dilunasi pokok pajaknya ditambah sanksi administrasi denda 300% dari pokok pajak, jika terkait, Pasal 39 UU KUP bersifat sengaja atau 100% jika terkait Pasal 38 UU KUP bersifat kealpaan.

    “Perlakuan hukum sama juga masih bisa dilakukan WP sekalipun sudah dalam proses persidangan.  Jadi sangat jelas, jika pajak sejak semula tudak menghendaki WP dipidana, sepanjang dilunasi pajak dan sanksinya. Di situlah filosofis dari pungutan pajak,” ungkapnya.

    Berkaitan dengan pembayaran PPN. Penasihat Hukum Terdakwa mempertanyakan mengapa digunakan UU No. 7/2021 padahal kejadiannya tahun 2018. Bahkan ditanyakan mengapa digunakan juga UU 42/2009 tentang PPN. Richard menjelaskan, UU KUP sudah mengalami beberapa diubah, termasuk diubah dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7/2021.

    “Jika melihat waktu kejadian mestinya digunakan UU KUP yang diubah tahun 2009 yang sanksinya 400%. UU Pajak hanya mengubah besaran sanksi saja, tetapi isinya tidak berubah banyak. Maka dalam membaca UU-nya harus lengkap. UU pajak sangat dinamis,” jelas Richard. (Geo/Rincih.com)

    Latest Posts

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.