PRESS RELEASE
17 Januari 2023 – Faktur yang dibuka oleh CV. KTP adalah BUKTI PUNGUTAN PAJAK Walaupun Belum Dibayar oleh Pembeli. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 23 UU PPN, FAKTUR PAJAK adalah BUKTI PUNGUTAN PAJAK yang dibuat oleh PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) yang melakukan Penyerahan barang kena Pajak atau jasa kena pajak.
Thus Pembuatan Faktur tidak menunggu pembayaran karena PPN itu menganut Prinsip AKRUAL artinya Faktur Pajak dibuat sudah Terutang Pajak dengan kata lain CV KTP telah mengakui TERUTANG PAJAK. Jadi bayar membayar oleh Karlena tidak ada kaitannya dengan kewajiban pajak.
“Kewajiban bagi CV. KTP setelah Menerbitkan Faktur, maka” selanjutnya pada bulan berikutnya CV. KTP Mempunyai Kewajiban, Menyampaikan SPT kepada Kantor Pajak dalam hal ini KPP Metro Lampung.
SPT ini berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan pertanggungjawaban Pajak yang dipungut oleh CV KTP dan maupun yang dipungut oleh supplier dari CV KTP dan sisanya yakni selisih PK dikurangi PM, adalah jumlah pajak yang harus disetor ke Kas Negara
CV.KTP tidak melaporkan SPT dalam kasus ini, karena “menganggap bahwa CV.KTP merasa TIDAK MEMUNGUT PAJAK. Padahal Faktur itu sendiri sejak diterbitkan oleh CV. KTP adalah MERUPAKAN BUKTI PUNGUTAN PAJAK. Sebagaimana kita ketahui bahwa UU PPN Menganut Prinsip AKRUAL, yakni. Pajak-pajak itu walaupun belum ada pembayaran, tapi sudah dianggap TERUTANG.”
Jadi tagihan-tagihan penyerahan itu diluar ranah pajak, ranahnya merupakan hutang piutang atau tagihan yang tidak ada hubungannya dengan kewajiban pajak.
Perlu Kami tegaskan sekali lagi bahwa Dalam kasus ini Klien
“Kami – Karlena : bukan yang membuka Faktur Pajak, Karena Ibu Karlena tidak membuka/menerbitkan Faktur Pajak, maka berdasarkan UU KUP Ibu Karlena BUKAN dan/atau TIDAK MEMUNGUT PAJAK. Oleh karena itu, Klien Kami tidak dapat dikenakan Pasal 39 ayat (1) huruf i. Sertamerta demikian halnya, Klien Kami juga tidak”
“dapat disangkakan dengan Pasal 43, karena jelas-jelas tidak ada dasar” hukumnya. Kenapa?, karena Karlena bukan pengurus CV KTP dan juga bukan pegawai CV. KTP. Jadi Pasal yang dikenakan terhadap Karlena adalah pasal 39 ayat (1) huruf i UUKUP, yakni tidak menyetor pajak yang dipungut adalah tidak benar.
“Karlena bukan memungut pajak, kerena Karlena bukan Pengurus CV. KTP.
CV. KTP lah yang membuka Faktur Pajak bukan Karlena. Demikian juga Karlina bukan Pengurus CV. KTP”, maka Karlina tdk bisa dituntut baik dengan Pasal 39(1) huruf i maupun Pasal 43 KUP.
Sebenarnya ada yang janggal atas sangkaan yang dialamatkan kepada Klien Kami yakni Klien Kami dianggap melanggar Pasal “39 ayat (1) huruf I UU KUP. Padahal huruf I itu mestinya pasangannya dengan huruf c yakni MEMUNGUT PAJAK dan huruf c itu TIDAK MELAPORKAN SPT ke Kantor Pajak.
Siapa yang menerbitkan/mengeluarkan Faktur Pajak dialah yang harus melaporkan SPT ke Kantor Pajak. Nah Klien Kami kan bukan Pembuat/bukan yang mengeluarkan Faktur Pajak dan Klien Kami juga bukan Pengurus CV. KTP, masak ditarik-tarik ke dalam Permasalahan Faktur Pajak dan SPT ini sangat aneh.”
Dalam hal Penetapan terhadap Karlena sebagai Tersangka ini kami sedang melakukan Upaya Hukum Praperadilan pada Pengadilan Negeri Bandar Lampung.
Penasehat Hukum
Dr., Ir., H. KOESNADI NOTONEGORO., S.H., M. Hum