Friday, August 1, 2025
More

    Latest Posts

    Tantangan Terbitnya PMK Pemeriksaan Pajak

    Indonesiakusatu.com – Pemeriksaan pajak dengan cara ring­­kas belum ten­­tu hasilnya tajam. Inilah di­­­lema yang muncul dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No. 15/2025 ten­­­tang Pemeriksaan Pajak, yang secara substansial me­­­re­­formasi cara Direktorat Jen­­­deral Pajak (DJP) me­­­lak­­­sanakan audit. Tiga jenis pemeriksaan—lengkap, ter­­­fokus, dan spesifik—kini di­­­te­­­tapkan dengan jangka wak­­­tu maksimal hanya 5 bulan, 3 bulan, dan 1 bulan.

    Langkah efisiensi, di sisi lain muncul pertanyaan apakah pemeriksaan yang lebih cepat ini tetap menjamin kualitas, kedalaman, dan akurasi fiskal? Pemeriksaan pajak adalah konsekuensi dari sistem self-assessment yang dianut Indonesia sejak 1984. Dalam sistem ini, DJP bertindak sebagai penguji kepatuhan, bukan penentu awal besaran pajak. Namun, dalam praktiknya, proses pemeriksaan kerap menuai kritik: terlalu lama, tidak transparan, dan berujung pada sengketa.

    Eko Ariyanto
    Pegawai di Kemenkeu dan Studi S3 Kebijakan Publik di FEB Universitas Trisakti

    Beleid ini hadir untuk men­­­jawab sebagian dari per­­­soalan tersebut, dengan me­­nye­­derhanakan prosedur dan mempercepat waktu penyelesaian.

    Pemeriksaan yang sebelum­nya dapat diperpanjang hingga 12 bulan kini dipadatkan menjadi maksimal 5 bulan, bahkan 10 hari un­­tuk kasus tertentu. Nah, urgensi kecepatan ini perlu dikritisi. Pemeriksaan atas transaksi transfer pricing, penghasilan grup usaha lintas negara, atau pemanfaatan insentif pajak tertentu jelas membutuhkan lebih dari sekadar prosedur cepat. Alih-alih menciptakan kepastian, pemangkasan waktu tanpa peningkatan mutu justru dapat memunculkan sengketa baru.

    Dalam 5 tahun terakhir, to­­­tal penyelesaian sengketa pajak mencapai 72.115 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20.242 gugatan ditolak (28%), tetapi terdapat 31.347 perkara yang dikabulkan se­­luruhnya (43%) dan 13.954 lainnya dikabulkan sebagian (19%). Artinya, sekitar 62% WP setidaknya menang sebagian atas hasil pemeriksaan yang disengketakan (SetPP, 2025). Angka ini seharusnya menjadi cermin penting: kualitas pemeriksaan bukan semata dari nilai koreksi, te­­tapi seberapa kuat bertahan dalam uji yuridis.

    Di sisi lain, laporan DJP juga mencatat bahwa dari tambahan penerimaan perpajakan hasil pemeriksaan 2023 sebesar Rp54,3 triliun, sekitar 38% kemudian masuk pro­­ses keberatan (LAKIN, 2024). Ini menunjukkan bah­­wa efektivitas pemeriksaan tidak hanya soal angka temuan, tapi juga trust dan akurasi proses.

    Latest Posts

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.