Wednesday, June 18, 2025
More

    Latest Posts

    PPN Ditanggung Pemerintah atas Properti Hadir Lagi

    (Teguh Sri W, penyuluh pajak pada Direktorat Jenderal Pajak. Tulisan ini pendapat pribadi)

    Indonesiakusatu.com – Saat ini perekonomian global sedang mengalami beberapa ancaman yang dapat mengakibatkan perlambatan ekonomi. Konflik Ukraina-Rusia yang belum usai serta makin memanasnya perang di Timur Tengah dipercaya akan terus berlangsung dan tentunya mengancam target pembangunan di Indonesia pula. Tahun 2023 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan di kisaran 5 persen. Pemerintah tentu tidak ingin target tersebut tidak terpenuhi. Berbagai stimulus pun diluncurkan untuk memastikan seluruh sektor ekonomi berjalan baik, terutama properti.

    Sektor properti merupakan industri yang memiliki multiplier effect yang besar dan memiliki keterkaitan dengan 185 sektor industri lainnya. Hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), sektor properti berkelindan erat dengan real estat dan jasa konstruksi serta menciptakan nilai perekonomian sebesar Rp. 4.740-Rp. 5.788 triliun per tahun. Tenaga kerja yang terserap hingga mencapai 13,8 juta orang atau setara dengan 9,6 persen angkatan kerja nasional.

    Mengingat besarnya potensi dan peran sektor properti tersebut wajar apabila pemerintah kemudian mengambil langkah penting di akhir tahun 2023 ini. Langkah tersebut berupa bantuan biaya administrasi Rp. 4 juta untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Betapa besarnya perhatian, mengutip dari situs resmi pemerintah, dana yang disiapkan untuk PPN DTP adalah sebesar hingga Rp. 2T.

    PPN DTP

    Insentif berupa PPN DTP diberikan atas penyerahan properti berupa rumah tapak dan satuan  rumah susun termasuk ruko dan rukan. Termasuk dalam kelompok ini adalah pembelian apartemen. Dimaksudkan terjadinya penyerahan adalah saat penandatanganan akta jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli lunas. Kesemuanya disertai dengan penyerahan hak secara nyata yang dibuktikan dengan dokumen berita acara serah terima (BAST) yang dilakukan sejak 1 November 2023 hingga 31 Desember 2024. Harap dicatat pula bahwa insentif ini bisa didapatkan bagi dimulainya pembayaran uang muka atau cicilan pertama sejak 1 September 2023.

    Syarat insentif properti ini adalah memiliki kode identitas rumah, memiliki harga jual maksimal Rp 5 miliar, diserahkan secara fisik paling lambat tanggal 31 Desember 2024, merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni, dan diberikan paling banyak 1 unit rumah tapak/ unit hunian rumah susun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun. Bagi orang yang telah memanfaatkan PPN DTP sebelum PMK ini dapat memanfaatkan PPN DTP berdasarkan PMK ini. Hanya saja PPN DTP hanya diberikan untuk sampai dengan Rp. 2 M. Artinya, bila harga rumah di atas Rp. 5 M konsumen tidak mendapatan fasilitas, harga rumah Rp. 5 M fasilitas insentif hanya atas Rp. 2M saja (sisanya tetap dipungut PPN).

    Perlu dicatat, masa pemberian fasilitas PPN DTP ini hanya atas masa pajak November-Desember 2023 artinya Ketika konsumen melakukan pembayaran angsuran di periode tersebut akan lebih murah karena tidak perlu membayar PPN. Sebagaimana diketahui tarif PPN adalah 11%.

    Fasilitas insentif ini diberikan dalam dua tarif DTP:

    1. Untuk BAST 1 November 2023 hingga 30 Juni 2024 diberikan PPN DTP utuh sebesar 100%
    2. Untuk BAST 1 Juli 2024 hingga 31 Desember 2024, fasilitas PPN DTP hanya 50%

    Perbedaan tarif ini tentu akan membawa dampak konsumen meminta pengembang menyelesaikan propertinya lebih cepat agar bisa mendapatkan insentif secara utuh. Di sisi lain, percepatan penyelesaian tentu akan berdampak pada penambahan biaya. Besarnya insentif di satu sisi dan tambahan biaya tentu harus diperhitungkan matang baik konsumen maupun pengembang.

    Kewajiban Pengembang

    Sekalipun ini merupakan fasilitas, pembuatan faktur tetap dilakukan. Harap dicatat kembali, bahwa ini berlaku bagi pengembang yang sudah berstatus pengusaha kena pajak (PKP). Artinya pengembang kecil tetap tidak ada kewajiban pembuatan faktur.

    Dikarenakan terdapat dua skema tarif insentif PPN DTP maka juga berpengaruh pada pembuatan fakturnya. Pengembang PKP wajib membuat faktur pajak untuk    PPN DTP 100% atas BAST 1 November 2023 s.d. 30 Juni 2024 dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. untuk harga jual s.d. Rp 2 miliar dibuatkan dua faktur pajak 07 dengan DPP masing- masing 50% dari harga jual ditanggung pemerintah;
    2. Untuk harga jual lebih dari Rp 2 miliar s.d. 5 miliar dibuatkan dua faktur pajak 07 dengan DPP masing-masing 50% dari harga jual s.d. 2 miliar ditanggung pemerintah dan faktur pajak 01 untuk bagian harga jual lebih dari Rp 2 miliar yang tidak ditanggung pemerintah.

    Penjual sebagai PKP wajib membuat faktur pajak untuk PPN DTP 50% atas BAST 1 Juli 2024 s.d. 31 Desember 2024 dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. untuk harga jual s.d. Rp 2 miliar dibuatkan faktur pajak 07 dengan DPP 50% dari harga jual ditanggung pemerintah dan faktur pajak 01 dengan DPP 50% dari harga  jual tidak ditanggung pemerintah;
    2. untuk harga jual lebih dari Rp 2 miliar s.d. Rp 5 miliar terdapat dua ketentuan. Untuk  harga bagian harga jual s.d. Rp2 miliar membuat faktur pajak 07 dengan DPP 50% dari harga jual ditanggung pemerintah dan faktur pajak 01 dengan DPP 50% dari harga jual tidak ditanggung pemerintah. Sedangkan untuk bagian harga jual lebih dari Rp2 miliar dibuatkan faktur pajak 01 dengan DPP bagian harga lebih dari Rp2 miliar tidak ditanggung pemerintah.

    Kewajiban lainnya yang terkait adalah wajib mencantumkan NPWP atau NIK pembeli, kode identitas rumah      pada kolom nama barang, dan keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR 120 TAHUN 2023”. Penjual sebagai PKP juga wajib membuat laporan realisasi PPN DTP.  Terakhir, kewajiban yang harus dilakukan adalah melaporkan ke aplikasi SIKUMBANG paling lama satu bulan setelah BAST. Semuanya harus diperhatikan benar oleh pengembang dimana ketidaksesuaian pembuatan faktur dan terlambat atau bahkan tidak membuat laporan dapat berdampak ditagihnya PPN.

    Bagaimana 2024?

    Presiden telah mengintruksikan pemberian insentif sektor perumahan selama 14 bulan berarti 2 bulan di tahun 2023 dan sisanya di tahun 2024. Untuk tahun anggaran 2023 telah dikeluarkan PMK-120/2023 sebagai acuan sedangkan untuk tahun anggaran 2024 masih menunggu perkembangan lebih lanjut. Bila melihat alokasi PPN DTP di tahun 2024 sebesar Rp. 1,7 T maka besar kemungkinan kebijakan insentif ini dilanjutkan. Hanya saja melihat dari pelaksanaan PPN DTP sejenis di masa pandemi terdapat kemungkinan tarif insentif yang akan diberikan tidak sebesar di tahun 2023.

    Hal ini wajar mengingat tahun 2023, PMK-120 dikeluarkan di menjelang akhir tahun, hanya tersisa dua masa pajak (November-desember 2023). Di tahun 2024 dengan periode yang lebih lama, sekalipun dengan tarif insentif yang lebih rendah, diharapkan lebih banyak masyarakat yang dapat menggunakannya. Dan alokasi PPN DTP Rp. 1,7 T bisa diserap semua sesuai sasaran. Semoga dengan demikian perekonomian Indonesia dapat terus melaju stabil sekalipun di tengah kondisi ekonomi global dan pelaksanaan Pemilu. Bukankah keduanya menimbulkan ketidakpastian yang tinggi dan butuh antisipasi?

    Latest Posts

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.