Wednesday, June 18, 2025
More

    Latest Posts

    Ketidaksamaan Perlakuan Penegakan Hukum Pajak

    indonesiskusatu.com Jakarta, 21 Pebruari 2023 – Akhir-akhir ini muncul berita penegakan hukum melalui penyanderaan (gijzeling) Wajib Pajak (WP) maupun putusan pidana karena WP tidak patuh pajak. Tindakan hukum tersebut dimungkinkan karena memang diatur dalam UU Penagihan Pajak No. 19/2000 dan UUKUP No. 6/1983 yang diubah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7/2021.

    Persoalan hukumnya muncul karena tindakan pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) yang diatur PMK-177/PMK.03/2022, praktik di lapangan sering tidak memiliki kesamaan langkah. Tampaknya itu menjadi perhatian Dr. Richard Burton, pengamat dan praktisi pajak yang terus mengamati penegakan hukum yang dilakukan otoritas pajak (DJP), saat bincang santai usai beliau memberikan webinar. Beliau menilai persoalan norma Pasal 43A UUKUP masih menyisakan problem hukum karena rumusan normanya tidak jelas.

    UU menyatakan kalau ada informasi, data, laporan dan pengaduan (disebut IDLP) maka DJP bisa langsung lakukan Bukper tanpa perlu pemeriksaan terlebih dahulu, tetapi penilaian kedua menyatakan tidak bisa. Disitu kesulitannya kenapa bisa berbeda cara pandangnya. Padahal kalau baca penjelasannya tertulis ‘hasil analisis atau pengamatan IDLP ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, pemeriksaan bukper atau tidak ditindaklanjuti’.

    Penjelasan itu bisa ditafsirkan dua cara, Pertama, karena ada kata ‘atau’ maka jadi pilihan memilih melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukper. Kedua, bisa langsung bukper. Lalu Dr. Richard menjelaskan bahasa hukum itu sangat logis, Ketika ditulis yang pertama, maka itu yang harus dilakukan terlebih dahulu. Kalau DJP langsung lakukan Bukper atas setiap IDLP, logika hukumnya untuk apa ada lembaga pemeriksaan.

    Karenanya, sangat berbahaya jika setiap IDLP langsung dibukper. Kenapa? Kalau bukper dilakukan ternyata tidak ada terbukti ada pidana tetapi ada potensi pajak, pasti dikejar pajaknya dengan diperiksa. Itu kan jadi sedikit aneh. Kalau terburu-buru langsung dilakukan Bukper, menurut Dr. Richard ada lompatan berfikir hukum yang tidak tepat. Sinisme publik bisa muncul kenapa banyak orang tidak punya NPWP tidak dibuper? Bagaimana harus dijawab itu?

    Kalau begitu, rumusan norma Pasal 43A harus jelas karena hukum menghendaki kejelasan (lex certa), juga harus tegas (lex stricta). Apalagi pajak itu sifat memaksa, jadi harus jelas dan tegas. Tidak boleh terlalu banyak penafsiran. Jadi benar kalau pajak selalu prioritaskan denda, bukan penjara. Karena pajak sebenarnya tidak butuh pidana, pajak butuh duit pajak.

    Apalagi penjara sudah sangat sesak, butuh biaya banyak juga. Kalau tujuannya efek jera, itupun harus ada kajian jelas.  Akhirnya beliau menghimbau law enforcement pajak tidak membuat gaduh dan resah pelaku bisnis.

    AKP2I  MS

    Latest Posts

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.