indonesiakusatu.com – Perbincangan mengenai kerja sama operasi (KSO) cukup menarik disebabkan pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kluster Pajak Penghasilan (PPh) mengenal subjek pajak pada orang pribadi, warisan yang belum habis terbagi, badan dan bentuk usaha tetap. Pengertian KSO justru muncul sebelum pelaksanaan UU HPP yaitu Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 sebagai bagian bentuk badan lainnya. Bentuk ini diartikan sebagai pengaturan bersama antar para pihak yang mengatur bahwa para pihak yang disebut operator bersama memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, yang melakukan penyerahan dan/atau memperoleh barang dan/atau jasa atas nama Kerja Sama Operasi (Joint Operation). Bahkan di aturan ini juga menyebutkan kewajiban perpajakan yaitu PPh Badan, pemotongan dan pemungutan serta pajak pertambahan nilai (PPN).
Aturan PER-04/PJ/2020 sekalipun dikeluarkan mendahului UU HPP tetapi masih tetap berlaku. Bahkan mengatur cukup detil untuk administrasi semisal tempat kedudukan badan, prosedur pendaftaran, sertifikat elektronik, pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), hingga aktivasi akun PKP. Memang keberadaan KSO juga diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah 44 Tahun 2022 tetapi hanya sebatas mengenai PPN saja sementara pengaturan tentang kewajiban pajak penghasilan amat sangat terbatas. Padahal dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 66 sebagai acuan dalam pembuatan laporan keuangan telah diatur Pengendalian Bersama yang membedakan operasi bersama dan ventura bersama. Karena itulah terdapat kesenjangan penafsiran terkait KSO karena secara detil diatur oleh peraturan lebih rendah yang lebih dahulu keluar dibandingkan undang-undang.
Disadari di lapangan bentuk perikatan masyarakat dalam menjalankan usaha sangat beragam terutama sektor konstruksi misalnya. Dan KSO adalah bentuk badan usaha yang banyak dipilih dengan alasan berbagi risiko, berbagi keahlian dan teknologi, memaksimalkan keunggulan, bahkan di banyak negara mensyaratkan kerja sama antara pihak asing dan lokal. Hadirnya PMK-79/2024 memang diperlukan untuk memberikan kesederhanaan, kepastian hukum dan kemudahan administrasi para pengusaha yang menjalankan bisnis dengan bentuk KSO dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya.
Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Pertanyaan awal yang biasa muncul adalah apakah KSO harus ber-NPWP. Dalam PMK-79/2024 ini diatur wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai Wajib Pajak badan dalam hal perjanjian atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria bahwa KSO:
- melakukan penyerahan barang dan/atau jasa;
- menerima atau memperoleh penghasilan; dan/ atau
- mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain,
dan ketiganya dilakukan atas nama KSO. Tempat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP pada tempat kedudukan, yaitu tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu Anggota yang berada di dalam wilayah hukum Indonesia.
- Selain wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, KSO wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila:
- telah melebihi batasan Pengusaha kecil (omset di atas Rp. 4,8 M); dan/atau
- 1 (satu) atau lebih Anggota telah dikukuhkan sebagai PKP.
- Terhadap KSO yang telah memiliki NPWP sebelum Peraturan Menteri ini berlaku (18 Oktober 2024) tetapi tidak memenuhi 3 (tiga) kriteria awal di atas maka harus mengajukan:
- permohonan penghapusan NPWP; dan atau
- pencabutan pengukuhan PKP
Kewajiban PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
KSO dikenai PPN dan PPn BM atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh:
- Anggota kepada KSO; dan
- KSO kepada Pelanggan (konsumen).
Saat terutangnya PPN adalah pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan:
- Anggota kepada KSO, maupun
- KSO kepada Pelanggan,
- Atas penyerahan BKP/JKP dari Anggota kepada KSO, nilai PPN dihitung dengan menggunakan DPP nilai lain berupa nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap-tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama dan/atau dokumen kesepakatan. Nilai kontribusi tersebut dirinci berdasarkan jenis Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
- Setelah saat terutang, penggunaan nilai lain maka juga harus diperhatikan kapan harus membuat Faktur Pajak:
- Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari KSO kepada Pelanggan, Faktur Pajak dibuat pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
- Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Anggota kepada KSO, Faktur Pajak dibuat paling lambat pada saat KSO membuat Faktur Pajak atas penyerahan kepada Pelanggan.
- Sedangkan atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang termasuk dalam jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai PPn BM 1 (satu) kali pada saat penyerahan dari KSO kepada Pelanggan.
Pajak Penghasilan KSO
- Secara umum penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Pelanggan, merupakan penghasilan bagi KSO, yang Pajak Penghasilannya dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkannya sendiri. Terdapat dua jenis penghasilan yaitu yang final dan yang tidka final.
- Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh KSO terutang Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final:
- Pajak Penghasilan dikenakan dengan menerapkan tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan Kena Pajak.
- Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
- Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kontribusi Anggota, merupakan penghasilan bagi Anggota yang diakui pada saat KSO:
- a) menerima atau memperoleh penghasilan dari Pelanggan; dan
- b) mengakui pembebanan biaya yang berasal dari kontribusi Anggota.
- Sebaliknya apabila penghasilan yang diterima atau diperoleh KSO terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final:
- Pajak Penghasilan dikenakan dengan menerapkan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final atas dasar pengenaan pajak.
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh KSO, termasuk biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
- Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kontribusi Anggota, merupakan penghasilan bagi Anggota yang diakui pada saat KSO menerima atau memperoleh penghasilan dari Pelanggan.
- KSO lazimnya terdiri dari beberapa anggota yang menyatukan diri dan setelah mendapatkan laba dalam satu tahun pajak:
- Bagian laba atau sisa hasil usaha KSO yang dibagikan kepada Anggota yang merupakan subjek pajak dalam negeri, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan.
- Dalam hal KSO mengalami kerugian, kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan Anggota.
- KSO dan Anggota wajib melunasi dan melaporkan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Â
Aspek Pemotongan dan Pemungutan
Untuk kluster pemotongan dan pemungutan PPh terdapat dua isu yang dimungkinkan terjadi yaitu KSO sebagai pihak yang menerima penghasilan sehingga akan dipotong/dipungut PPh dan sebaliknya apabila berposisi sebagai pihak yang memberikan penghasilan pada pihak lain maka terdapat kewajiban memotong/memungut.
Apabila menerima atau memperoleh penghasilan yang menjadi objek pemotongan/pemungutan:
- Dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atau dilakukan pembayaran atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, pemotongan atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan dilakukan dengan tarif Pajak Penghasilan paling tinggi dari Anggota.
Ketika mendapatkan penghasilan dari kontribusi para anggotanya maka KSO tidak memotong PPh dan:
- dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, dalam hal Anggota dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final; atau
- dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan cara disetor sendiri oleh Anggota, dalam hal penghasilan Anggota dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Pengaturan bagi KSO yang Tidak Wajib NPWP dan PKP
Di bagian pendaftaran di atas telah dijelaskan ketentuan KSO yang wajib ber-NPWP dan PKP. Apabila ada KSO yang tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak perlu ber-NPWP dan kewajiban perpajakan atas PPN dan PPn BM dilaksanakan oleh tiap-tiap Anggota. Hal ini berarti tidak ada kewajiban PPN bagi KSO non NPWP/PKP. Pajak Penghasilannya dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan oleh Anggota sesuai dengan proporsi yang disepakati dalam perjanjian kerja sama. Kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan dilaksanakan oleh tiap-tiap Anggota masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dengan keluarnya PMK-79/2024 ini maka KSO yang tidak memenuhi syarat di atas diharuskan melakukan penghapusan NPWP dan/ PKP. Diharapkan dapat menurunkan beban administrasi di sisi institusi pajak dan sekaligus biaya kepatuhan bagi para pengusaha. Setidaknya tidak perlu timbul kebimbangan ketika akan memutuskan jadi tidaknya membentuk usaha KSO.