INDONESIAKUSATU.COM, JAKRTA – Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Pengurus Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta menggelar webinar bertajuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Nilai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan 14 PMK Turunannya. Webinar yang dimoderatori oleh Founder dan CEO Hive Five Sabar L. Tobing ini menghadirkan narasumber inti, yakni Fungsional Penyuluh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Teguh Sri Wijaya. Acara diikuti oleh ratusan peserta yang terdiri dari anggota AKP2I dan Wajib Pajak.
Ketua Umum AKP2I Suherman Saleh mengungkapkan, webinar ini sangat penting untuk memperkuat pemahaman anggota AKP2I dan menambah ilmu bagi Wajib Pajak mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menetapkan, PPN naik menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen.
“Dalam kesempatan kali ini kita bersyukur karena berdasarkan pesan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, jangan berhenti belajar dan merasa puas dengan ilmu yang kita miliki ini. Apalagi peraturan pajak selalu berkembang dan berubah. Dan, jangan takut kepada perubahan, karena perubahan adalah keniscayaan, undang-undang, peraturan, pikiran kita pasti berubah. Maka sangat penting bagi konsultan pajak, pemangku kepentingan, Wajib Pajak, mengikuti peraturan dengan benar,” ungkap Suherman dalam sambutannya, (18/7).
Hal senada juga diungkapkan Ketua AKP2I DKI Jakarta Monang P. Sihombing. Ia berharap, webinar ini dapat menjadi momentum untuk menambah ilmu terkait PPN, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan bersama.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Marolop Simorangkir memastikan, UU HPP, termasuk klaster peraturan mengenai PPN, merupakan bukti bahwa pemerintah terus berupaya menuju perubahan untuk kesempurnaan dan kebaikan. Selain itu, tujuan diterbitnya UU HPP adalah demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sehingga pemulihan dapat terakselerasi.
“Indonesia telah mengalami resesi 2 persen sampai 3 persen (di tahun 2020-2021). Tetapi sekarang kita on the right track, sudah baik sekali. Bahkan 12 tahun penerimaan pajak tidak pernah tercapai, justru di masa pandemi 2021 melampaui target. Presiden Jokowi mengatakan ada 60 negara terancam mengalami kebangkrutan, Indonesia justru salah satu negara yang tidak ada kemungkinan resesi. Hanya 3 persen kemungkinan resesi, dibandingkan Sri Lanka yang 80 persen kemungkinan mengalami resesi. Malaysia dan Jepang 20 persen. Untuk itu, Indonesia akan mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga bisa membiayai pembangunan yang menciptakan keadilan dan kemakmuran,” ungkap Maralop.
Selain itu, UU HPP juga akan menciptakan sistem administrasi yang adil dan makmur, memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan sukarela. UU HPP merupakan bagian dari Reformasi Perpajakan Jilid III, yakni klaster regulasi.
Maralop menyebutkan, klaster PPN terdapat di Bab IV UU HPP. Kemudian, klaster PPN dibagi lagi menjadi beberapa pembahasan penyesuaian tarif, tersinkronasi dengan daerah, penunjukan pihak lain, hingga penunjukan pemungut PPN.
Secara detail, Fungsional Penyuluh Kanwil DJP Jakarta Pusat Teguh Sri Wijaya menyebutkan 14 peraturan menteri keuangan (PMK) yang berkaitan dengan PPN itu, yakni:
- PMK Nomor 58/PMK.03/2022, berisi aturan mengenai penunjukan pihak lain sebagai pemungut pajak dan tata cara pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.
- PMK Nomor 59/PMK.03/2022, mengatur tentang perubahan atas PMK 231/PMK.03/2019, meliputi tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, pengukuhan dan pencabutan pengukuhan PKP, serta pemotong dan/atau pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak bagi instansi pemerintah.
- PMK Nomor 60/PMK.03/2022, berisi tata cara penunjukan pemungut, pemungut, penyetoran dan pelaporan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui perdagangan melalui sistem elektronik.
- PMK Nomor 61/PMK.03/2022, mengatur tentang PPN atas kegiatan membangun sendiri.
- PMK Nomor 62/PMK.03/2022, perihal PPN atas penyerahan liquefied petroleum gas
- PMK Nomor 63/PMK.03/2022, yang mengatur tentang PPN atas penyerahan hasil tembakau.
- PMK Nomor 64/PMK.03/2022, mengenai PPN atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu.
- PMK Nomor 65/PMK.03/2022, regulasi PPN terkait atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.
- PMK Nomor 66/PMK.03/2022, aturan PPN mengenai penyerahan pupuk bersubsidi utk sektor pertanian.
- PMK Nomor 67/PMK.03/2022, PPN tentang penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi.
- PMK Nomor 68/PMK.03/2022, mengatur terkait PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto.
- PMK Nomor 69/PMK.03/2022, mengenai PPh dan PPN atas penyelenggaraan teknologi finansial.
- PMK Nomor 13 70/PMK.03/2022, tentang kriteria dan/atau rincian makanan dan minuman, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, serta jasa boga atau katering, yang tidak dikenai PPN.
- PMK Nomor 71/PMK.03/2022, mengatur tentang PPN atas penyerahan JKP tertentu.
Salah satu contoh PMK-71/PMK.03/2022 mengatur PPN atas penyerahan JKP tertentu wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang dengan besaran tertentu. Sektor usaha yang dimaksud meliputi, pertama, jasa pengiriman paket pos dikenakan tarif 1,1 persen dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih. Kedua, jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan. Tarifnya 1,1 persen dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih.
Ketiga, jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) 1,1 persen dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih. Keempat, jasa pemasaran dengan media voucer, jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer, jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program). Kelima, jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan.
Wahyu memberi contoh. Misalnya, penyerahan JKP sebesar Rp 1 juta dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen. Maka, DPP Rp 1 juta dibagi 1,1 persen = Rp 11 ribu. Dalam PMK ini penjual tidak dapat mengkreditkannya.
Sumber : Majalahpajak.net
Foto : Istimewa