Indonesiakusatu.com – Lebih dari 5.000 dokter spesialis anak menyampaikan keberatan terhadap kebijakan pajak yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023.
Peraturan tersebut mengatur ketentuan umum mengenai pemotongan pajak dan penerima penghasilan, serta penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pasal 26 terkait dengan pekerjaan jasa atau kegiatan.
Seruan keberatan ini disampaikan melalui surat permohonan evaluasi kebijakan, yang ditandatangani oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, pada hari Senin, 17 Februari 2025.
Menurut Detik Health, aturan ini dianggap berdampak negatif bagi dokter, terutama yang melayani pasien JKN. Hal ini karena dalam regulasi tersebut, pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dipotong bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional.
“Ini berarti dokter harus membayar pajak atas pendapatan yang sebenarnya tidak mereka terima,” kata Piprim Basarah dalam surat tersebut, yang dikutip pada Rabu, 19 Februari 2025.
Terkait aturan ini, IDAI menyatakan bahwa pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto juga menyebabkan dokter yang menerima honor dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, dan jasa konsultasi lainnya, terpaksa menanggung pajak progresif yang lebih tinggi.
“Hal ini berpotensi membuat dokter harus membayar pajak tambahan antara 5% hingga 30% dari pendapatan riil yang mereka terima, yang pada akhirnya akan semakin membebani,” jelas IDAI.
Akibat pemotongan ini, IDAI menilai minat dokter untuk melayani pasien JKN berpotensi menurun. Pasalnya, sebagian besar dokter anak di rumah sakit melayani pasien JKN dengan tarif standar yang ditetapkan pemerintah. Jika pajak tetap dikenakan atas penghasilan bruto, bukan netto yang diterima, maka beban pajak akan semakin tinggi.
Menurut IDAI, aturan PMK ini membuat dokter seolah-olah diperlakukan seperti pajak perusahaan, di mana pajak dikenakan atas omzet atau penghasilan bruto, bukan laba bersih.
Sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pajak dokter ini, IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak 2024 sampai ada keputusan yang lebih adil dari Kementerian Keuangan.
“Kami mengajak Kementerian Keuangan untuk berdialog dengan perwakilan IDAI agar kebijakan ini dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi dokter yang melayani masyarakat, khususnya pasien JKN,” tegas Piprim Basarah.