Sunday, June 15, 2025
More

    Latest Posts

    Jasa Selain yg Telah Dipotong PPh Pasal 21

    Oleh: Budi Arif Fahrudin, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

    Mengacu pada Undang-Undang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa, dan jasa selain yang telah dipotong oleh PPh 21. Penghasilan jenis ini terjadi karena adanya transaksi antara pihak yang memberikan penghasilan dengan pihak yang menerima penghasilan. Pihak yang memberikan penghasilan akan memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 ke kantor pelayanan pajak.

    Pemotong PPh Pasal 23, yaitu badan pemerintahan, subjek pajak badan dalam negeri, BUT (Bentuk Usaha Tetap), penyelenggara kegiatan, perwakilan usaha luar negeri dan OP (Orang Pribadi) yang ditunjuk oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Adapun tarif PPh Pasal 23 ada dua, yaitu tarif 15% dan tarif 2%. PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dikenakan untuk penghasilan berupa bunga, dividen, royalti dan hadiah. Sedangkan, PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan untuk penghasilan berupa sewa (selain sewa tanah dan/atau bangunan) dan jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

    Dalam praktek sehari-hari, seringkali di temui pemahaman yang keliru terkait pemotongan PPh atas imbalan penghasilan berupa jasa. Sebagian masyarakat masih memahami bahwa imbalan penghasilan berupa jasa pastilah obyek pemotongan PPh 23. Hal ini terutama menjadi pemahaman para bendahara instansi pemerintah yang memang selama ini telah ditunjuk sebagai pemotong/pemungut pajak atas belanja yang sumbernya dari keuangan negara.

    Secara garis besar mereka memahami bahwa belanja pegawai adalah obyek PPh Pasal 21, belanja barang menjadi obyek PPh Pasal 22, dan belanja jasa adalah obyek PPh Pasal 23. Sebagai contoh, imbalan penghasilan berupa jasa katering, hampir selalu akan dipotong PPh Pasal 23 tanpa melihat subjek penerima penghasilan, apakah orang pribadi atau badan. Telah disebutkan di awal bahwa jasa yang menjadi obyek pemotongan PPh Pasal 23 adalah jasa selain yang telah dipotong oleh PPh 21. Artinya jika atas jasa tersebut telah menjadi objek PPh Pasal 21, maka atas jasa tersebut bukanlah obyek PPh Pasal 23.

    Sebagaimana telah kita ketahui, yang menjadi obyek PPh Pasal 21 adalah penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Sehingga untuk jasa katering, jika penerima penghasilannya adalah Wajib Pajak orang pribadi, maka itu menjadi objek PPh Pasal 21 dan bukan lagi objek PPh Pasal 23.

    Jenis jasa berikutnya yang masih sering keliru dalam penerapan pemotongan PPh Pasal 23 adalah jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan pastilah obyek PPh Pasal 23. Untuk menentukan apakah suatu jasa termasuk obyek PPh Pasal 23 kita harus merujuk pada ketentuan yang ada. Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 telah mengatur tentang  jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh.  Dalam Pasal 1 ayat (6) huruf z Peraturan Menteri Keuangan tersebut, disebutkan bahwa yang termasuk jasa lain yang menjadi obyek PPh Pasal 23 adalah “Jasa perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi”. Apabila kita  mengacu pada ketentuan tersebut, menjadi jelas bahwa jika yang melakukan jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan adalah Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, maka atas imbalan jasa tersebut bukan lagi menjadi obyek PPh Pasal 23.

    Senada dengan hal di atas adalah imbalan atas jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel. Dalam Pasal 1 ayat (6) huruf y PMK No.141/PMK.03/2015 disebutkan bahwa yang termasuk jasa lain yang menjadi obyek PPh Pasal 23 adalah “Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel akan menjadi obyek PPh Pasal 23 jika jasa tersebut dilakukan oleh selain Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

    Akhirnya dapat disimpulkan pemahaman masyarakat yang menganggap bahwa semua imbalan penghasilan berupa jasa pasti obyek PPh Pasal 23 adalah kurang tepat. Kita harus melihat terlebih dahulu siapa subjek pemberi jasanya. Jika subyek pemberi jasa adalah orang pribadi, maka atas imbalan penghasilan yang kita bayarkan akan menjadi obyek PPh Pasal 21. Demikian juga, jika pemberi jasa adalah Wajib Pajak yang ruang lingkup usahanya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, maka itu juga bukan objek PPh Pasal 23, melainkan obyek PPh Final Pasal 4 (2).

    *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.

    Latest Posts

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.